Teori Belajar Humanistik
Teori
humanistik dipelopori oleh Carl Rogers dan Abraham Maslow. Menurut Rogers,
semua manusia lahir membawa dorongan untuk meraih sepenuhnya apa yang
diinginkan dan berperilaku dalam cara konsisten menurut diri mereka sendiri.
Sedangkan Maslow mengemukakan bahwa semua orang memiliki motivasi untuk
memenuhi kebutuhannya yang bersifat hierarkis. Teori humanistik memandang bahwa
proses belajar harus dimulai dan ditunjukkan untuk kepentingan memanusiakan
manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori humanistik bersifat lebih abstrak
dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi
daripada bidang kajian-kajian psikologi belajar.
Abraham
H. Maslow menyatakan teori kebutuhan (needs),
yaitu di dalam diri tiap individu terdapat sejumlah kebutuhan yang tersusun
secara berjenjang, mulai dari jenjang rendah tetapi mendasar (physiological needs) sampai pada
jenjang paling tinggi (self-actualization)
selain itu juga adanya dorongan untuk menjadi diri sendiri, karena setiap
individu memiliki kemampuan untuk aktualisasi diri dimana individu akan
mengembangkan sifat-sifat dan potensi psikologis yang unik. Slavin (1994)
mengelompokkan tahapan perkembangan anak pada proses pendidikan formal yaitu,
(1) tahapan early childhood, (2)
tahapan middle childhood, dan (3)
tahapan adolescence, dengan dimensi
yang mencakup dimensi kognitif, dimensi fisik, dan dimensi sosioemosi. Menurut
Gage & Berliner (1984) prinsip dasar dari pendekatan humanistik adalah
siswa akan belajar dengan baik apa yang mereka mau dan perlu ketahui. Peran
guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa,
memberikan motivasi, dan kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan
siswa. Selain itu, salah satu ide penting dalam teori ini adalah siswa harus
mempu untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar, sehingga siswa
mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut
memahaminya.
Menurut
Koeswara (1991) Maslow mengembangkan dasar psikologi humanistik yaitu individu
sebagai satu kesatuan dan bersifat menyeluruh (holistic), ketidakrelevanan
penyelidikan dengan hewan (menolak riset binatang), pembawaan baik manusia,
potensi kreatif manusia, dan menekankan kesehatan psikologik. Selain itu Maslow
juga dikenal dengan teori hierarki kebutuhan manusia yaitu (1)
kebutuhan-kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan akan rasa aman, (3) kebutuhan
akan cinta dan rasa memiliki, (4) kebutuhan akan rasa harga diri, dan (5)
kebutuhan aktualisasi diri. Berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow, lingkungan
pembelajaran adalah hasil dari kebutuhan pembelajar, dan bertemunya
bermacam-macam kebutuhan dan harapan. Maslow menjelaskan bahwa pengalaman
adalah hal positif dan sering membuat individu mengubah arah hidupnya menuju
perilaku masa depan yang positif.
Teori
belajar Carl Rogers menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa
prasangka membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Aplikasi
teori humanistik Rogers dalam pembelajaran adalah guru mengarahkan siswa untuk
berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan
secara aktif dalam proses belajar. Selain itu, adapula pandangan Kolb terhadap
belajar, dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman.
Pengetahuan dianggap sebagai perpaduan antara memahami dan mentransformasi
pengalaman (eksperensial) dan membaginya menjadi 4 tahap yaitu, (1) tahap
pengalaman konkret, (2) tahap pengalaman aktif dan reflektif, (3) tahap
konseptualisasi, dan (4) tahap eksperimentasi aktif. Kolb juga mengemukakan
adanya kutub dalam proses belajar yaitu, kutub perasaan, kutub pemikiran, kutub
pengamatan, dan kutub tindakan. Adapun gaya belajar yang meliputi converger,
diverger, assimilator, dan accommodator. Adapula pandangan Honey dan Mumford
terhadap belajar yang menggolongkan kedalam empat macam golongan , yaitu
kelompok aktivis, kelompok reflektor, kelompok reflektor, dan kelompok
pragmatis. Selain itu, Habermas juga berpendapat bahwa belajar baru akan
terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Habermas juga
membagi tipe belajar menjadi tiga yaitu, belajar teknis (technical learning), belajar praktis (practical learning), dan belajar emansipatoris (emancypatory learning).
Berbeda
pula dengan pandangan Bloom dan Krathwohl yang lebih menekankan perhatiannya
pada apa yang mesti dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), setelah
melalui peristiwa belajar. Taksonomi Bloom adalah struktur hierarki yang
mengidentifikasikan skills mulai dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi yang mencakup tiga kawasan, yaitu kawasan
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif meliputi
pengenalan/penerimaan, pemberian respon, penghargaan terhadap nilai,
pengorganisasian, dan pengamalan. Ranah psikmotorik seperti meniru, manipulasi,
ketepatan gerakan, artikulasi, dan naturalisasi. Disisi lain Arthur Combs
mengatakan bahwa manusia memiliki potensi yang sangat penting untuk
dikembangkan. Ada 5 hal yang sangat berkaitan dengan pandangan psikologi
humanistik tentang pendidikan, yaitu keterbatasan fisik, kesempatan, kebutuhan
manusia, konsep diri, serta penolakan, dan ancaman. Kelima hal tersebut
merupakan hasil interaksi antara aspek psikologis sosial dan fisiologis. Combs
menyebutkan bahwa ada tiga hal dalam usaha mencapai pendidikan yang bernuansa
humanistik yaitu hierarki kebutuhan manusia, kebutuhan setiap individu dan
aktualisasi diri. Adapun faktor penghambat bagi pengembangan potensi anak didik
meliputi, keterbatasan fisiologi, terbatasnya kesempatan, keterbatasan
kebutuhan manusia, konsep diri, dan tantangan ancaman.
Pertanyaan :
Bagaimana
pandangan anda terhadap sekolah yang hanya
menekankan kegiatan akademik tanpa melihat dan memperhatikan ataupun mendukung
kegiatan non-akademik, seperti adanya penghapusan jenis ekstrakurikuler
kesenian dan lain sebagainya, apakah yang akan anda lakukan sebagai pendidik
jika menyadari bahwa hal tersebut tidak baik bdan terlalu membatasi peserta
didik ?
Daftar Pustaka : Husamah, dkk. 2016. Belajar
dan Pembelajaran. Malang : UMM Press
Komentar
Posting Komentar