Eksotisme Tanah Surga,
Berjaya di Dirgantara Dunia
Dikenal sebagai bangsa yang kaya akan
tradisi dan sastra. Negara garuda yang seni dan budayanya mengakar sejak zaman
bahula. Tanpa kita sadari ternyata kita ada dan lahir di dalamnya. Semua warna
bergejolak menjadi satu, untuk sebuah nama, Indonesia. Negara yang jumlah
penduduknya setiap tahun selalu mengalami lonjakan tinggi dengan dibarengi
wilayah-wilayah darat, air, maupun udara,yang
tiada bandingnya, seiring dengan hubungan pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya yang juga terus meningkat. Menjadikan negara kita,
sebuah bangsa yang katanya tanah surga dunia. Mengingatkan setiap insan akan
sebuah kedamaian dan juga kemakmuran. Bumi pertiwi Indonesia, sudah sangat
dikenal oleh bangsa asing sebagai sebuah bangsa yang demokratis, kita memiliki
hak paten atas kekayaan yang diberikan Tuhan kepada tanah air tercinta.
Hadirnya keberagaman seni budaya,
membuat setiap langkah dari bangsa ini menjadi lebih terpandang. Tak hanya itu
saja, melainkan dari sisi berperilaku pun, masyarakat Indonesia begitu melekat
dengan nilai-nilai keluhuran dan kearifan lokal yang mendarah daging,
diturunkan secara turun temurun agar setiap keturunan mampu mengingatkan
bagaimana menjaga sebuah kelestarian dari identitas sebuah bangsa itu sendiri.
Negeri elok Indonesia, berdiri menjadi sebuah bangsa bukan dengan kekuatan yang
bermental nol putus. Bangsa ini hadir, melalui perjuangan panjang para pahlawan
bambu runcing yang menerjang sebuah penindasan, sebuah ketidakadilan, dan
menginginkan kebebasan yang lebih tertata. Juga peran tokoh-tokoh pendiri
bangsa, yang usaha dan pemikirannya untuk membangun taburan manusia menjadi
suatu kesatuan yang utuh tidaklah mudah, hal itu patut di teladani dan
diterapkan di era modern ini.
Tanah air yang berlandaskan ideologi
pancasila ini, mempunyai 34 provinsi dan ribuan suku yang sudah menjadi bagian
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara nan makmur akan budaya membuat
siapa saja merasa iri karena hanya bisa kita temukan di Indonesia. Dari Sabang
sampai Merauke, kemeriahan akan sebuah tradisi senantiasa bersorak-sorai. Belum
lagi anugerah akan seni dan budaya yang sering ditampilkan di festival-festival
internasional yang tentunya dilihat oleh manusia dari seluruh penjuru dunia,
ini membuktikan bahwasanya mereka antusias dan memberikan apresiasi terhadap
sebuah seni dan kebudayaan nasional. Kita juga bisa melihat pertunjukan
seni di Taman Mini Indonesia Indah, yang
menampilkan tarian-tarian dari sebuah daerah. Juga di kawasan Borobudur ataupun
Prambanan biasanya menampilkan sebuah drama tentang raja-raja hindu dan buddha,
seperti kisah Ramayana dan dewi shinta. Bukankah itu eksotis sekali ?
Kita tidak pernah miskin, apalagi
sampai gulung tikar ketika berbicara mengenai seni dan budaya. Karena pada
dasarnya luas Negara kita adalah 1.990.250 dengan jumlah pulau 17.504 dan suku yang berkisar 1.340 juga
546 jenis keragaman bahasa daerah yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Suatu
keistimewaan untuk kita semua, benar-benar pemecah rekor dalam hal seni dan
budayanya. Bukankah kita harus bangga dan pamer kepada dunia bahwa inilah kita,
sebuah bangsa yang seni dan budayanya tidak akan pernah mati ? Lalu sejauh mana
kita menghargai dan memberikan apresiasi yang baik untuk kebudayaan nasional
Hal ini pun juga sesuai dengan
landasan hukum yang berlaku di negeri kita, undang-undang dasar 1945 dalam
pasal 32 ayat 1 menyebutkan bahwa “Negara memajukan kebudayaan nasional
Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Tak hanya itu saja dalam
pasal 32 ayat 2 juga menyatakan “Negara menghormati dan memelihara bahasa
daerah sebagai kekayaan budaya nasional”.
Yang dengan tegas menyatakan bahwa tanggung jawab untuk memajukan,
menjamin, mengembangkan dan memelihara sebuah kebudayaan nasional merupakan
tugas kita semua, bagian dari sebuah negara, rakyat Indonesia.
Namun, jika kita melihat kondisi saat
ini sangatlah miris. Budaya nasional tercampur aduk dengan pengaruh-pengaruh
globalisasi tanpa disaring, begitu mudah kita menelannya dengan mentah tanpa
diolah terlebih dahulu. Generasi muda banyak yang tidak tahu memainkan alat
musik tradisional khas negerinya, malah mereka lebih minat dengan yang modern
seperti drum, bass, dan alirannya seperti rock. Tahukah bahwa musik dangdut
yang asalnya dari Indonesia sangat diminati oleh orang luar negeri, buktinya
penyanyi dangdut legendaris Rhoma Irama, berhasil melakukan konser dangdut yang
ditunggu-tunggu oleh orang asing, menarik bukan ? Juga permainan alat musik
angklung yang pernah di mainkan oleh masyarakat Australia. Lalu bagaimana
dengan kita ? Dimana kesadaran kita untuk mencintai semua ini ?
Mungkin hal seputar ekonomi, sosial,
dan hubungan politik mendapat perhatian lebih. Namun di sisi lain, masalah akan
kesenian dan kebudayaan nasional menjadi terbelakang. Padahal dengan hadirnya
kesenian dan kebudayaan membuat kita dikenang, Seperti yang dikatakan oleh
mantan Presiden keenam Indonesia, Susilo
Bambang Yudhoyono bahwa, "Saya ingin dunia di masa depan semakin mengenal
Indonesia dan Indonesia semakin bisa memperkenalkan dirinya yang tidak kalah
dalam keunikan, kekhasan, dan keunggulannya," ujarnya. Indonesia, lanjut
Presiden, dapat dikenali oleh dunia melalui beragam kebudayaan yang kini telah
diakui menjadi warisan dunia yaitu batik dan angklung. Masih banyak lagi produk
Indonesia yang bisa dikenalkan oleh dunia dan akhirnya melekat dengan Indonesia
seperti kopi luwak yang digemari oleh banyak masyarakat internasional dan kini
menjadi salah satu kopi termahal di dunia. Mengapa sampai saat ini kita masih
cinta Indonesia setengah ?
Banyak sekali pelajar, yang tidak
menerima mata pelajaran seni budaya dengan baik, menganggap remeh, nyatanya itu
merupakan perantara dimana kita dianjurkan untuk mengenal sebuah ciri khas dari
bangsa sendiri, dan mempunyai kebanggaan tersendiri karena berhasil mencintai,
memahami, dan melestarikannya. Sudah sering kita mendengar kekayaan seni dan
budaya bangsa kita di klaim oleh negara lain, di pamerkan oleh bangsa lain,
sedangkan disini kita baru berteriak-teriak marah dan kesal, merasa tidak
terima setelah semuanya terjadi. Sebelum-sebelumnya kita masyarakat Indonesia,
generasi muda yang melek akan ilmu pengetahuan dan teknologi apa kita pernah
peka ? Jika mereka bangsa asing yang tidak mendapat anugerah dari Tuhan ini,
iri dengan bangsa Indonesia sebab mereka tidak memiliki aneka hiburan yang
menyongsong ciri khas negaranya.
Apabila sudah terjadi permasalahan seperti itu, barulah pemerintah
peduli. Musim-musiman untuk memperjuangkan ciri khas bangsanya. Maukah kita
kejadian seperti ini terus menerus menganggu kita ? Protes besar-besaran tanpa
tindakan nyata, merupakan sebuah omong kosong. Masyarakat saat ini mungkin bisa
dihitung mana yang benar-benar bangga dengan tanah airnya, mana yang tidak, dan
mana yang hanya sekadar perkataan. Miris memang, kita tidak bisa ahli dalam
mengimbangi globalisasi dengan budaya bangsa kita sendiri. Hal ini menggambarkan kekurang seriusan pemerintah dan rakyat
Indonesia dalam hal penanganan dan perlindungan karya seni budaya dalam negeri.
Data kesenian Indonesia yang tidak jelas dan terkesan menyembunyikan seni-seni
potensial yang pada hakikatnya dapat maju sampai go international.
Saat ini, berapa banyak sanggar tari
yang masih berdiri dengan jumlah peminatnya ? bandingkan dengan studio-studio
tarian modern seperti ‘dance’, pastilah lebih digemari dan peminatnya lebih
banyak daripada sanggar tari. Ironis, menggali emas di negeri orang padahal di
negerinya berlimpah. Walaupun United Nations Educational, Scientific, and
Cultural Organization atau UNESCO sudah meresmikan bahwa wayang kulit, keris,
batik, reog ponorogo, tari pendet, dan tari tor-tor, adalah kebudayaan asli
Indonesia. Sepertinya tetap saja kita terlihat tenang-tenang, duduk manis tidak
berusaha untuk mengenal kebudayaan nasional sendiri. Bahkan bisa kita temukan
dalam keseharian anak-anak bangsa. Mereka tidak mengenal permainan tradisional
ala negeri Indonesia, karena tidak sanggup untuk bersaing dengan permainan
game, takut nanti dibilang kolot atau gagap teknologi. Apalagi dengan makanan
khas daerah seperti rendang padang yang mendapat tempat di hati oleh
orang-orang asing, sedang masyarakat Indonesia cenderung menggemari makanan
seperti burger, atau Kentucky.
Pentingnya pendidikan seni dan budaya
sebagai salah satu sarana untuk membangun karakter bangsa. Seni, adalah salah
satu cara untuk membentuk hati dan pikiran manusia guna membangun watak dan
perilaku yang cinta damai, berkasih sayang, serta saling toleransi. Hakikat
pendidikan sesungguhnya adalah mendidik hati dan pikiran kita. Sejak dini kita tanamkan
dalam hati sanubari individu dan pikirannya untuk benar-benar menjadi manusia
yang utuh. Ya salah satunya wujud pemerintah seperti membuat acara pagelaran
kebudayaan indonesia di negara sendiri atau di negara lain, memberikan hak
paten terhadap setiap kebudayaan yang merupakan milik bangsa Indonesia, seperti
lagu daerah, tarian, dan alat musik. Memperkenalkan dan mempromosikan tempat -
tempat wisata di Indonesia, juga membuat pameran - pameran produk Indonesia
agar kita tidak terus menerus memilih produk luar negeri. Merupakan salah satu
cara agar kita, termasuk saya menjadi bangga dan mencintai Indonesia dengan
sepenuh hati.
Sementara itu, masyarakat yang merupakan kekuatan pendukung
juga harus melek, lebih membukakan mata, telinga, hati dan semua pikiran untuk
di tajamkan akan kondisi seni dan kebudayaan nasional kita. Seperti melestarikan
dan mengembangkan budaya bangsa Indonesia, mencintai produk Indonesia, saling
menghormati dan menghargai sesama masyarakat, bersama - sama pemerintah
mengembangkan dan memajukan kebudayaan - kebudayaan di setiap daerah terutama
daerah terpencil yang kurang diperhatikan pemerintah ataupun masyarakat di kota
- kota maju.
Langkah kecil yang jika ditekuni, dan di bina bersama-sama
tentulah efeknya akan terasa. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
Seperti diadakannya lomba cipta seni pelajar tingkat nasional yang rutin setiap
tahunnya, akan mendukung dalam kegiatan mencintai dan menghargai seni dan
kebudayaan nasional. Generasi muda Indonesia akan tertarik, karena secara tidak
langsung kegiatan semacam itulah yang menggali potensi bakat juga minat mereka.
Warga Negara Asing ( WNA) yang sedang melakukan kegiatan penelitian atau
pertukaran pelajar juga menilai bahwa, kita ternyata bisa untuk berperan aktif
untuk membangun Indonesia lebih tenar lagi dan mereka memberikan pujian atas
salah satu bentuk rasa nasionalisme dari partisipasi masyarakat Indonesia
tersebut.
Komentar
Posting Komentar